(BEHAVIORISTIK, KOGNITIF-KONSTRUKTIVISME, HUMANISTIK, SIBERNETIK)
I.
PENDAHULUAN
Teori belajar bersumber dari
aliran-aliran psikologi. Landasan psikologis dalam pembelajaran, terutama
berkaitan dengan psikologi/teori belajar (psychology/teori of learning) dan
psikologi perkembangan (developmental psychology). Psikologi belajar memberikan
konstribusi dalam hal bagaimana kurikulum itu disampaikan kepada peserta didik
dan bagaimana pula peserta didik harus mempelajarinya. Dengan kata lain,
psikologi belajar berkenaan dengan penentuan strategi kurikulum. Sedangkan
psikologi perkembangan diperlukan terutama dalam menentukan isi kurikulum yang
diberikan kepada peserta didik agar tingkat keluasan dan kedalamannya sesuai
dengan taraf perkembangan peserta didik tersebut. Psikologi
belajar merupakan ilmu yang mempelajari tentang perilaku individu dalam konteks
belajar. Psikologi belajar mengkaji tentang hakekat belajar dan teori-teori
belajar, serta berbagai aspek perilaku individu lainnya dalam belajar yang
semuanya dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan sekaligus mendasari
pengembangan kurikulum.
Teori bisa merupakan pendapat
sistematis untuk menerangkan dan menjelaskan suatu fenomena serta memberi makna
terhadap fenomena tersebut. Berdasarkan hal ini teori belajar dapat diartikan
sebagai pendapat sistematis untuk menerangkan dan menjelaskan fenomena belajar
itu. Artinya fenomena pembelajaran dapat dijelaskan dan dimaknai oleh teori-teori belajar. Teori
yang dikuasai atau dipahami seorang guru/pendidik akan menjadi kerangka
berpikir dalam mengambil suatu keputusan dalam pembelajarannya.
Proses belajar dan pembelajaran dahulunya
dikenal dengan istilah belajar dan mengajar.
Istilah ini dipakai hingga munculnya Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK)
tahun 2004. Dalam proses belajar dan mengajar guru lebih dominan, dan ini
sangat dipengaruhi oleh aliran behavioristik. Setelah KBK yang kemudian
dilanjutkan oleh Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) tahun 2006, istilah
mengajar berganti menjadi belajar dan pembelajaran, artinya dalam proses pembelajaran
siswa lebih aktif, dan ini dipengaruhi oleh aliran kognitif-konstruktivisme. Oleh
karena itu, pendidik maupun calon pendidik harus memahami berbagai teori
belajar yang ada, dan harus bisa memahami bagaimana cara melaksanakannya dalam
proses pembelajaran. Ada banyak teori belajar, yang sering digunakan yaitu: (A)
teori behaviorisme; (B) teori belajar kognitif; (C) teori humanistik, dan (D)
teori belajar Sibernetik. Dalam tulisan ini khusus membandingkan ke empat teori
tersebut dari aspek belajar, pembelajaran, evaluasi, pendidik, peserta didik,
dan lingkungan belajar.
II.
MATRIK PERBANDINGAN
TEORI-TEORI BELAJAR DALAM PEMBELAJARAN
1.
Belajar
TEORI BELAJAR
|
PANDANGAN
|
1.
Behavioristik
|
Belajar
adalah perubahan tingkah laku, yang merupakan hasil dai stimulus-respon.
Aliran ini menganggap. seseorang telah belajar jika ia telah mampu
menunjukkan perubahan tingkah laku. Untuk membuat seseorang belajar, perlu
adanya stimulus yang diberikan oleh pendidik. Penguatan merupakan factor
penting dalam belajar, karena dapat memperkuat timbulnya respon berupa hasil
belajar.
|
2.
Kognitif – konstruktivisme
|
Belajar
merupakan usaha pemberian makna oleh peserta didik kepada pengalamannya melalui asimilasi dan akomodasi yang menuju
pada pembentukan struktur kognitifnya.
|
3.
Humanistik
|
Belajar
adalah proses aktualisasi diri secara optimal. Belajar melalui 4 fase yaitu:
a) tahap pengalaman kongkrit, b) tahap pengamatan
aktif dan reflektif, c) tahap konseptualisasi, d) tahap eksperimentasi aktif.
|
4.
Sibernetik
|
Belajar
adalah pengolahan informasi.
|
2. Pembelajaran
TEORI BELAJAR
|
PANDANGAN
|
1.
Behavioristik
|
1.
Kurikulum disajikan dari bagian-bagian menuju ke
seluruhan dengan menekankan pada ketrampilan-ketrampilan dasar
2.
Pembelajaran sangat taat pada kurikulum yang telah
ditetapkan
3.
Kegiatan kurikuler lebih banyak mengandalkan pada
buku teks dan buku kerja
|
2.
Kognitif – konstruktivisme
|
1.
Kurikulum disajikan mulai dari keseluruhan menuju ke
bagian-bagian, dan lebih mendekatkan pada konsep-konsep yang luas
2.
Pembelajaran lebih menghargai pada pemunculan
pertanyaan dan ide-ide peserta didik
3.
Kegiatan kurikuler lebih banyak mengandalkan pada
sumber-sumber data primer dan memanupulasi bahan
|
3.
Humanistik
|
Terpusat pada peserta didik. Model
pembelajaran yang bisa digunakan adalah model
terbuka. Pendidikan terbuka adalah proses pendidikan yang memberikan
kesempatan kepada peserta didik untuk bergerak secara bebas di sekitar kelas
dan memilih aktivitas belajar mereka sendiri.
|
4.
Sibernetik
|
Pembelajaran berlangsung sejalan dengan system informasi,
tidak ada satupun cara belajar ideal untuk segala situasi.
|
3.
Evaluasi
TEORI BELAJAR
|
PANDANGAN
|
1.
Behavioristik
|
Evaluasi belajar dipandang sebagai
bagian yang terpisah dari kegiatan pembelajaran, dan biasanya dilakukan
setelah selesai kegiatan pembelajaran. Menekankan evaluasi pada kemampuan
peserta didik secara individual. Evaluasi dilakukan diakhir pembelajaran dengan
cara testing.
|
2.
Kognitif – konstruktivisme
|
Evaluasi proses dan hasil belajar
peserta didik terjalin di dalam kesatuan kegiatan pembelajaran, dengan cara
guru mengamati hal-hal yang sedang dilakukan peserta didik, serta melalui
tugas-tugas pekerjaan.
|
3.
Humanistik
|
Tidak ada tes ataupun buku kerja.
Guru mengamati setiap proses yang
dilalui peserta didik dan membuat catatan serta penilaian secara individual.
|
4.
Sibernetik
|
Lebih menekankan bagaimana peserta didik mengembangkan cara untuk
memecahkan masalah. Menggunakan berbagai cara untuk mengontrol proses
belajar/berfikir
|
4.
Peserta didik
TEORI BELAJAR
|
PANDANGAN
|
1.
Behavioristik
|
Peserta didik-peserta didik
biasanya bekerja sendiri-sendiri, tanpa ada group proses dalam belajar.
|
2.
Kognitif – konstruktivisme
|
Peserta didik banyak belajar dan
bekerja di dalam group proses. .
|
3.
Humanistik
|
Memahami potensi diri,
mengembangkan potensi dirinya yang positif dan meminimalkan potensi diri yang
bersifat negatif. Peserta didik
bergerak secara bebas di ruang kelas, tidak dilarang bicara, tidak ada
pengelompokkan atas dasar tingkat kecerdasan.
|
4.
Sibernetik
|
Peserta didik bisa belajar dan bekerja sendiri atau dalam
dalam kelompok untuk memproses informasi yang ada dalam materi. Sangat
dituntut keaktivan peserta didik dalam memproses informasi yang diberikan.
Aktivitas yang dilakukan bebas selama informasi bisa diproses dan menjadi
pengetahuan/ memori jangka panjangnya.
|
5. Pendidik
TEORI BELAJAR
|
PANDANGAN
|
1.
Behavioristik
|
Pendidik adalah orang
yang mendominasi kegiatan pembelajaran. Tugasnya memindahkan pengetahuan ke
orang yang belajar, dengan cara memberikan stimulus, penghargaan atau hukuman
dalam kegiatan pembelajaran untuk mencapai hasil belajar yang baik. Guru
menyampaikan materi pelajaran melalui ceramah, dan banyak tergantung pada
buku teks. Tugas guru dalam proses pembelajaran adalah;
1.
menentukan tujuan
2.
menentukan matreri pelajaran
3.
mengkaji materi pelajaran
4.
menyusun sesuai dengan system informasi
5.
menyajikan materi dan membimbing mahapeserta didik dengan pola sesuai
materi pelajaran
|
2.
Kognitif – konstruktivisme
|
Guru tidak mendominasi kegiatan
pembelajaran. Guru-guru konstruktivistik mengakui dan menghargai dorongan
diri manusia/peserta didik untuk mnegkonstruksi pengetahuannya sendiri,
kegiatan pembelajaran yang dilakukan diarahkan untuk terjadinta aktivitas
konstruksi pengetahuan oleh peserta didik secara optimal. Tugas guru dalam
proses pembelajaran adalah;
1.
menentukan tujuan
2.
menentukan materi pelajaran
3.
menentukan topic-topik secara aktif oleh mahapeserta didik dengan
bimbingan minim dari dosen
4.
menentukan dan merancang kegiatan belajar yang cocok untuk topic yang
akan di[elajari mahapeserta didik.
5.
menyiapkan pertanyaan yang akan memacu kreativitas mahapeserta didik untuk
berdiskusi atau bertanya.
6.
menevaluasi proses dan hasil belajar
|
3.
Humanistik
|
Berperan sebagai fasilitator.Guru sebagai
fasilitator harus mampu menciptakan
kondisi yang mendukung yaitu empati, penghargaan dan umpan balik positif.
Tugas guru dalam proses pembelajaran adalah;
1.
menentukan tujuan
2.
menentukan materi pelajaran
3.
mengidentikfikasi entri behavior mahapeserta didik
4.
mengidentifikasi topic
5.
mendisain wahana yang akan digunakan untuk belajar
6.
membimbing mahapeserta didik secara aktif
7.
membimbing mahapeserta didik memahami hakekat makna dan pengalaman
belajar
8.
membimbing mahapeserta didik membuat konseptaulisasi pengalaman
terdekat
9.
membimbing mahapeserta didik sampai mampu mengaplikasikan konsep baru
ke situasi baru
10.
mengevaluasi proses dan hasil belajar.
|
4.
Sibernetik
|
Tugas guru dalam proses pembelajaran adalah;
1.
menetapkan tujuan
2.
menentukan materi pelajaran
3.
mengkaji system informasi (materi)
4.
menyusun system informasi
5.
mengkaji materi dan membimbing mahapeserta didik dengan pola sesuai
materi pelajaran.
|
6.
Lingkungan Belajar
TEORI BELAJAR
|
PANDANGAN
|
1.
Behavioristik
|
Kegiatan belajar lebih bayak dalam kelas karena aktivitas
belajar lebih banyak didasarkan pada buku teks/buku wajib dengan penekanan
pada ketrampilan mengungkapkan kembali isi buku tersebut. Guru lebih banyak
menyampaikan materi dengan cara ceramah, maka lingkungan belajar dibuat
sesuai metoda yang pakai oleh guru supaya stimulus yang diberikan
menghasilkan respon yang maksimal.
|
2.
Kognitif – konstruktivisme
|
Menekankan kepada aktivitas peserta didik dalam
mengkonstruksi pengetahuannya sendiri. Jadi segala sesuatu seperti bahan,
media, peralatan, lingkungan, dan fasilitas lainnya disediakan untuk membantu
pembentukan tersebut. Peserta didik diberi kebebasan untuk mengngkapkan
pendapat dan pemikirannya tentang sesuatu yang dihadapinya.
|
3.
Humanistik
|
Adanya pusat-pusat belajar atau
pusat-pusat kegiatan di dalam kelas yang memungkinkan peserta didik
mengeksplorasi bidang-bidang pelajaran, topik-topik, ketrampilan-ketrampilan
atau minat-minat tertentu. Pusat belajar ini dapat memberikan petunjuk untuk
mempelajari suatu topik tanpa hadirnya guru dan dapat mencatat partisipasi
dan kemajuan peserta didik untuk nantinya dibicarakan dengan guru. Suasana
kelas yang hangat dan ramah sehingga mendukung proses belajar yang membuat peserta
didik nyaman dalam melakukan sesuatu.
|
4.
Sibernetik
|
Belajar bisa di dalam kelas ataupun di luar kelas. Yang
terpenting informasi yang terkandung dalam materi pelajarn bisa diproses
dengan berbagai cara oleh peserta didik.
|
III.
PANDANGAN TERHADAP EMPAT ALIRAN TEORI BELAJAR :
A.
Aliran behavioristik.
Aliran behavioristik yang banyak digunakan dalam kegiatan pendidikan dan
pembelajaran selama ini kurang dapat menjawab masalah-masalah sosial.
Pendekatan ini banyak dianut dalam praktik¬praktik pendidikan dan pembelajaran
mulai dari pendidikan tingkat yang paling dini hingga pendidikan tinggi, namun
ternyata tidak mampu menjawab masalah-masalah dan tuntutan kehidupan global.
Hasil pendidikan tidak mampu menumbuhkembangkan anak-anak untuk lebih
menghargai perbedaan dalam konteks sosial budaya yang beragam. Mereka kurang
mampu berprkir kreatif, kritis dan produktif, tidak mampu mengambil keputusan,
memecahkan masalah, dan berkolaborasi, serta pengelolaan diri. Artinya,
behavioristik kurang mampu menjelaskan proses belajar yang komplek, hasil belajar
tidak hanya abervable, terlalu menyederhanakan masalah belajar yang
sesungguhnya. Tidak semua hasil belajar bisa diamati. Melupakan proses mental
peserta didik yang terjadi dalam proses pembelajaran. Peserta didik hanya
pasif.
B.
Aliran Kognitif-konstruktivisme
Pendekatan kognitif dalam belajar dan pembelajaran yang ditokohi oleh
Piaget yang kemudian berkembang ke dalam aliran konstruktivistik juga masih
dirasakan kelemahannya. Teori ini bila dicermati ada beberapa aspek yang
dipandang dapat menimbulkan implikasi kotraproduktif dalam kegiatan
pembelajaran, karena lebih mencerminkan ideologi individualisme dan gaya
belajar sokratik yang lazim dikaitkan dengan budaya Barat. Pendekatan ini
kurang sesuai dengan tuntutan revolusi¬sosiokultural yang berkembang akhir-akhir
ini.
Pandangan yang dianggap lebih mampu mengakomodasi tuntutan
sociocultural-revolution adalah teori belajar yang dikembangkan oleh Vygotsky.
Dikemukakan bahwa peningkatan fungsi-fungsi mental seseorang terutama berasal
dari kehidupan sosial atau kelompoknya, dan bukan sekedar dari individu itu
sendiri. Teori Vygotsky sebenamya lebih tepat disebut sebagai pendekatan
ko-konstruktivisme.Konsep-konsep penting dalam teorinya yaitu genetic law of
development, zona of proximal development, dan mediasi, mampu membuktikan bahwa
jalan pikiran seseorang harus dimengerti dari latar sosial-budaya dan
sejarahnya. Perolehan pengetahuan dan perkembangan kognitif seseorang seturut
dengan teori sociogenesis . Dimensi kesadaran sosial bersifat primer sedangkan dimensi
individual bersifat sekunder.
Berdasarkan teori Vygotsky maka dalam kegiatan pembelajaran hendaknya
anak memperoleh kesempatan yang luas untuk mengembangkan zona perkembangan
proximalnya atau potensinya melalui belajar dan berkembang. Guru perlu menyediakan
berbagai jenis dan tingkatan bantuan (helps cognitive scaffolding) yang dapat
memfasilitasi anak agar mereka dapat memecahkan permasalahan yang dihadapinya.
Bantuan dapat dalam bentuk contoh, pedoman, bimbingan orang lain atau teman
yang lebih kompeten. Bentuk-bentuk pembelajaran kooperatif-kolaboratif serta
belajar kontekstual sangat tepat digunakan. Sedangkan anak yang telah mampu
belajar sendiri perlu ditingkatkan tuntutannya, sehingga tidak perlu menunggu
anak yang berada dibawahnya. Dengan demikian diperlukan pemahaman yang tepat
tentang karakteristik peserta didik dan budayanya sebagai pijakan dalam
pembelajaran.
Artinya, aliran kognitif lebih dekat pada psikologi dari pada teori
belajar. aplikasi dalam pembelajaran tidak mudah. Kurang bisa memahami struktur
kognitif yang sudah dimiliki peserta didik, apalagi kalau dipilah jadi bagian
yang diskrit. Pada tahap lanjut sulit memahami dan mengidentifikasi pengetahuan
dan pengalaman yang sudah dimiliki peserta didik.
C.
Aliran humanistic
Aliran ini sangatcmenekankan pemahaman yang tepat terhadap karakteristik
peserta didik dan budayanya sebagai pijakan dalam pembelajaran. Aliran
humanistic hadir untuk memahami kegiatan belajar dari aspek kejiwaan peserta
didiknya. Tidak punya teori belajar yang spesifik, yang penting bagaimana siswa
belajar. Sukar dipraktekkan dalam kondisi kelas besar.Sukar diterapkan dalam
kontek praktis terlalu dekat dengan dunia filsafat, terlalu ideal untuk
diterapkan dalam praktek pendidikan di Indonesia.
D.
Aliran Sibernetik
Aliran ini lebih
menekankan bagaimana kegiatan pembelajaran menjadi menarik. artinya mendapatkan
perhatian dari peserta didik diperlukan alat bantu. Alat bantu ini sejalan
dengan perkembangan teknologi informasi. Dengan adanya alat bantu yang bisa
menarik perhatian peserta didik, diharapkan terjadi pengolahan informasi. Ini
merupakan aliran yang beru berkembang. Karena lebih menekankan pada system informasi
yang akan dipelajari kurang terhadap proses pembelajaran yang sedang
berlangsung. Sulit untuk dipaktekkan. Sangat berkaitan dengan alat bantu/media
untuk menarik perhatian peserta didik. Alat bantu digunakan mempermudah
pengolahan informasi dalam diri peserta didik. Jika pendidik salah memilih alat
bantu, maka peserta didik tidak akan memberikan perhatian terhadap informasi
yang terkandung dalam materi pelajaran.
IV. PENUTUP
Teori belajar yang dipakai dalam
berbagai kebijakan pendidikan mempunyai banyak kelebihan dan kekurangan.
Behavioristik tetap diperlukan untuk menjelaskan hal-hal pokok dan mendasar
kepada peserta didik. Kognitif bagus kerena sangat mementingkan keaktifan
siswa, sehingga pengetahuan terbangun atas pemahamannya terhadap materi yang
dipelajarinya. Humanistik, sangat mementingkan sisi manusiawi dari seorang
peserta didik. Ada banyak sebab dan alasan yang mendasari aktivitas ataupun
respon yang diberikan peserta didik terhadap proses pembelajaran yang dialaminya.
Sibernetik sangat mementingkan bagaimana informasi yang di berikan pendidik di
proses oleh peserta didiknya, sehingga pesan dari materi tersebut sampai dan
menjadi pengetahuan jangka panjang dari peserta didiknya.
Namun disisi lain ke
empat aliran dari teori ini juga memiliki kelemahan. Secara aplikatif, seorang
pendidik pasti sudah mempraktekkan berbagai teori-teori belajar tersebut tanpa
disadarinya. Dalam prakteknya, jika menemukan kesulitan pada satu teori yang menjadi
kerangka berpikirnya, pasti dia akan mencobakan teori yang lain untuk mengatasi
masalah yang dihadapinya tersebut. Jadi tidak ada satupun teori yang sempurnya,
satu teori akan melengkapi teori yang lainnya, tergantung kondisi yang dihadapi
dikelas. Adalah penting bagi seorang pendidik untuk memahami teori-teori
tersebut, sehingga betul-betul dapat dimanfaatkan dalam situasi nyata.