BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar belakang
Pendidikan
mempunyai tugas menyiapkan sumber daya manusia untuk pembangunan. Derap langkah
pembangunan selalu diupayakan seirama dengan tuntutan zaman. Perkembangan zaman
selalu memunculkan persoalan-persoalan baru yang tidak pernah terpikirkan sebelumnya.
Mengenai masalah
pedidikan, perhatian pemerintah kita masih terasa sangat minim. Gambaran ini
tercermin dari beragamnya masalah pendidikan yang makin rumit. Kualitas siswa
masih rendah, pengajar kurang profesional, biaya pendidikan yang mahal, bahkan
aturan UU pendidikan kacau. Dampak dari pendidikan yang buruk itu, negeri kita
kedepannya makin terpuruk. Keterpurukan ini dapat juga akibat dari kecilnya
rata-rata alokasi anggaran pendidikan baik di tingkat nasional, propinsi,
maupun kota dan kabupaten.
1.2
Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud permasalahan pendidikan?
2. Apa saja masalah pokok permasalahan pendidikan di Indonesia?
3. Bagaimana solusi yang tepat untuk mengatasinya?
4. Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi berkembangnya masalah
pendidikan?
1.3
Tujuan Masalah
1. Untuk
mengetahui arti problematika pendidikan.
2. Untuk
mengetahui macam-macam masalah pokok pendidikan di Indonesia.
3. Untuk mengetahui solusi dari masalah-masalah
pendidikan di Indonesia.
4. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi
berkembangnya masalah pendidikan
BAB II
PEMBAHASAN
PERMASALAHAN PENDIDIKAN
A. Pendahuluan
Istilah permasalahan diterjemahkan dari
bahasa inggris yaitu "problem"
yang berarti : perbedaan (discrapancy/different) antara sesuatu yang diharapkan
(what should be/has solen) dengan sesuatu yang terlihat/terdapat sebagaimana
adanya tentang sesuatu. Atau permasalahan adalah perbedaan/jarak/kesenjangan
antara sesuatu yang dicita-citakan (idealita) dengan sesuatu yang ternyata ada
(realita).
Permasalahan pendidikan ialah perbedaan
program-program pendidikan antara yang diharapan dengan kenyataan yang
terlaksana di lapangan. Seperti diketahui program utama pengembangan pendidikan
di tanah air adalah
a. Perluasan dan pemerataan kesempatan mengikuti pendidikan.
b. Peningkatan mutu pendidikan.
c. Peningkatan relevansi pendidikan.
d. Peningkatan efisiensi dan efektivitas pendidikan.
e. Pengembangan kebudayaan.
f. Pembinaan generasi muda. (TAP MPR RI No II/MPR/1993)
Semakin besar/lebar perbedaan antara yang
dicita-citakan dengan yang nyata di lapangan, semakin besar/rumit/kompleks
permasalahan tersebut.
Beberapa faktor yang
mempengaruhi berkembangnya permasalahan pokok pendidikan antara lain: IPTEK,
Laju pertumbuhan penduduk, Aspirasi masayarakat, Keterbelakangan budaya dan
sarana kehidupan.
B.
Masalah Pokok Pendidikan
1. Masalah Pemerataan Pendidikan
Masalah pemerataan
pendidikan adalah persoalan bagaimana sistem pendidikan dapat menyediakan
kesempatan yang seluas-luasnya kepada seluruh warga Negara untuk memperoleh
pendidikan, sehingga pendidikan itu menjadi wahana bagi pembangunan sumber daya
manusia untuk menunjang pembangunan.
Masalah pemerataan pendidikan timbul
apabila masih banyak warga Negara khususnya anak usia sekolah yang tidak dapat
di tampung dalam sistem atau lembaga pendidikan karena kurangnya fasilitas
pendidikan yang tersedia. Pada masa awalnya, di tanah air kita Undang-Undang No
4 tahun 1950 sebagai dasar-dasar pendidikan dan pengajaran di sekolah. Pada bab XI pasal 17 berbunyi:
Tiap-tiap warga Negara
republik Indonesia mempunyai hak yang sama diterima menjadi murid suatu sekolah
jika syarat-syarat yang ditetapkan untuk pendidikan dan pengajaran pada sekolah
itu dipenuhi.
Masalah pemerataan memperoleh pendidikan
dipandang penting sebab jika anak-anak usia sekolah memperoleh kesempatan
belajar pada SD, maka mereka memiliki bekal dasar berupa kemampuan membaca,
menulis, dan berhitung sehingga mereka dapat mengikuti perkembangan kemajauan
melalui berbagai media massa dan sumber belajar yang tersedia baik mereka itu
nantinya berperan sebagai produsen maupun konsumen. Dengan demikian mereka
tidak terbelakang dan menjadi penghambat pembangunan.
Oleh karena itu, dengan
melihat tujuan yang terkandung di dalam upaya pemerataan pendidikan tersebut
yaitu menyiapkan masyarakat untuk dapat berpatisipasi dalam pembangunan, maka
setelah upaya pemerataan pendidikan terpenuhi, mulai diperhatikan juga upaya
pemerataan mutu pendidikan. Hal ini akan dibicarakan
pada pembahasan tentang masalah mutu pendidikan.
Khusus pendidikan formal atau pendidikan sekolahan yang berjenjang
dan tiap-tiap jenjang memiliki fungsinya masing-masing maupun kebijaksanaan
memperoleh kesempatan pendidikan pada tiap jenjang itu diatur dengan
memperhitungkan faktor-faktor kuantitatif dan kualitatif serta relevansi yang
selalu ditentukan proyeksinya secara terus menerus dengan saksama.
Pada jenjang pendidikan
dasar, kebijaksanaan penyediaan memperoleh kesempatan pendidikan didasarkan
atas pertimbangan faktor kuantitatif, karena kepada seluruh warga Negara perlu
di berikan bekal dasar yang sama. Pada jenjang pendidikan menengah dan terutama
pada jenjang pendidikan yang tinggi, kebijakan pemerataan didasarkan atas
pertimbangan kualitatif dan relevansi, yaitu minat dan kemampuan anak, keperluan,
tenaga kerja, dan keperluan pengembangan masyarakat, kebudayaan, ilmu, dan
tekonologi. Agar tercapai keseimbangan antara faktor minat dengan kesempatan
memperoleh pendidikan, perlu diadakan penerangan yang seluas-luasnya mengenai
bidang-bidang pekerjaan dan keahlian dan persyaratannya yang dibutuhkan dalam
pembangunan utamanya bagi bidang-bidang yang baru dan langka.
Didalam Undang-Undang No.2 tahun 1989
tengtang sistem pendidikan nasional III tentang hak warga Negara untuk
memperoleh pendidikan, pasal 5 menyatakan: ”setiap warga Negara mempunyai hak
yang sama untuk memperoleh pendidikan”. Bahkan dalam pasal 7 mengenai hak telah
di tegaskan sebagai berikut: “penerimaan seorang peserta didik dalam suatu
satuan pendidikan diselenggarakan dengan tidak membedakan jenis kelamin, agama,
suku, ras, kedudukan sosial, dan tingkat kemampuan ekonomi, dan dengan tetap
mengindahkan kekhususan satuan pendidikan yang bersangkutan.
Perkembangan iptek menawarkan beraneka
ragam alternatif model pendidikan yang dapat memperluas pelayanan kesempatan
belajar. Dilihat dari segi waktu belajarnya bervariasi dari beberapa jam, hari,
minggu, bulan, sampai tahunan, melalui proses tatap muka sampai pada lingkungan
alam yang dapat mendukung.
Dengan memberikan kesempatan yang seluas-luasnya
itu diharapkan pendidikan akan semakin merata, karena merata dalam arti yang
sesungguhnya tidak mungkin tercapai. Hal ini disebabkan peraturan
perundang-undangan tentang wajib belajar tidak diikuti dengan sangsi bagi yang
tidak mengikutinya, karena sistem pendidikan itu sendiri belum memungkinkan
unuk itu.
2. Masalah Kuantitas Pendidikan
Masalah kuantitas pendidikan merupakan masalah yang menyangkut
banyak murid yang harus ditampung di dalam system pendidikan atau sekolah. Masalah ini timbul karena calon murid yang tidak tertampung di suatu
sekolah, karena terbatasnya daya tampung. Kesempatan memperoleh pendidikan
masih terbatas pada tingkat Sekolah Dasar. Permasalahan ini mencuat terutama di
SD pada tahun-tahun lampau. Tapi saat ini masalah itu
sudah bisa teratasi, apalagi dengan telah banyaknya didirikan SD swasta yang
dengan kata lain dapat mengatasi permasalahan kuantitas pendidikan. Sisa
permasalahan ini ada pada anak-anak yang tinggal di daerah terpencil. Untuk
mengatasi masalah kuantitas pendidikan itu perlu adanya perhatian yang lebih
dari pemerintah agar anak-anak yang tinggal di daerah terpencil ikut merasakan
pendidikan. Upaya yang dapat dilakukan pemerintah antara lain dengan membangun
SD negeri di daerah-daerah yang masih minim kuantitas pendidikannya, dan
tentunya sekolah yang dibangun juga dilengkapi sarana prasarana yang lengkap
untuk menunjang proses belajar mengajar.
3. Masalah Mutu atau Kualitas Pendidikan
Mutu pendidikan umumnya dilihat dari hasil
(output) pendidikan itu sendiri. Kriteria untuk hasil ini adalah kadar
ketercapaian tujuan pendidikan itu sendiri. Kadar ketercapaian tujuan
pendidikan itu sendiri. Kadar ketercapaian tujuan pendidikan terkecil yaitu
tujuan pembelajaran khusus (TPK) indikator pencapaian hasil belajar. Kualitas
ketercapaian TPK indikator selanjutnya dapat menggambarkan ketercapaian tujuan
pembelajaran umum (TPU) kompetensi dasar. Demikian secara hirarki, sehingga
dapat diketahui pula tujuan-tujuan yang lebih jauh/tinggi yaitu ujuan kurikuler
(tujuan mata pelajaran/kuliah), tujuan institusional (lembaga pendidikan) dan
tujuan nasional pendidikan. Tujuan-tujuan ini dibuat/ditetapkan sebelum proses
pendidikan dimulai.
Kadar ketercapaian
tujuan tersebut tergantung pada unit/lembaga yang menyelenggarakan pendidikan
tersebut. Unit terkecil yang akan menentukan adalah guru mata pelajaran / dosen
kuliah yang bersangkutan. Memang kadar ketercapaian tujuan tersebut sukar sukar
ditetapkan secara eksak (pasti), karena alat ukur keberhasilan seorang anak di
sekolah belum ada yang baku (standar). Adakalanya sistem penilaian ada yang
menggunakan panduan acuan normal (PAN) dan acuan patokan (PAP). Rambu-rambu
kadar keberhasilan (ketercapaian tujuan) secara umum dapat ditetapkan seperti
kadar pencapaian tujuan minimal 75% (menurut kurikulum sekolah), indeks
prestasi (IP) minimal 2,00 untuk program S1 di perguruan tinggi. Walaupun kadar
minimal sudah ditetapkan, tetapi pada akhirnya yang memutuskan nilai/kadar
tersebut adalah si penilai (evaluator) sendiri.
Jika seseorang itu terjun kelapangan kerja, penilaian dilakukan oleh lembaga pemakainya sebagai konsumen
tenaga dengan sistem tes unjuk kerja. Lazimnya masih dilakukan pelatihan dan
pemagangan bagi calon untuk penyesuaian dengan tuntutan persyaratan kerja
dilapangan dan berkarya.
Hasil belajar yang bermutu hanya mungkin
dicapai melalui proses belajar yang bermutu. Jika proses belajar tidak optimal
sangat sulit diharapkan terjadinya hasil belajar yang bermutu. Jika tidak
terjadi belajar secara optimal akan menghasilkan skor hasil ujian yang baik
maka hampir dapat dipastikan bahwa hasil belajar tersebut adalah semu. Berarti
pokok permasalahan mutu pendidikan lebih terletak pada masalah pemrosesan pendidikan. Selanjutnya
kelancaran
pemrosesan pendidikan ditunjang oleh komponen pendidikan yang terdiri dari
peserta didik, tenaga kependidikan, kurikulum, sarana pembelajaran, dan juga
masyarakat sekitar.
Masalah mutu pendidikan
juga mencakup masalah pemerataan mutu, didalam Tap MPR RI tentang GBHN
dinyatakan bahwa titik berat pembanguan pendidikan diletakkan pada peningkatan
mutu setiap jenjang dan jenis pendidikan, dan dalam rangka peningkatan mutu
pendidikan khususnya untuk memacu untuk penguasaan ilmu pengetahuan dan
teknologi perlu lebih disempurnakan dan ditingkatkan pengajaran ilmu
pengetahuan alam dan matematika. Umumnya pendidikan di
seluruh tanah air pada umumnya menunjukkan daerah pedesaan lebih rendah dari
daerah perkotaan.
4. Masalah Efisiensi Pendidikan
Pendidikan dikatakan efisiensi apabila
penyelenggaraan pendidikan pendidikan tersebut hemat waku, tenaga, dan biaya
tetapi produktivitasnya (hasil) optimal. Pendidikan dikatakan efesiensi bila
pendayagunaan sumber daya yang ada (waktu,tenaga, biaya) tepat sasaran. Kadar
efisiensi tergamtung pada pemberdayaan sumber daya tersebut. Bila yang terjadi
misalnya
tidak hemat (boros) waktu, biaya, dan
tenaga tidak berfungsi secara optimal maka kadar efisiensi rendah.
Oleh sebab itu, keterpaduan pengelolaan
pendidikan harus tampak di antara semua unsur dan unit, baik antara sekolah negeri maupun
swasta, pendidikan sekolah maupun luar sekolah, antara lembaga dan unit jajaran
depertemen pendidikan dan kebudayaan.
Para ahli banyak mengatakan bahwa sistem
pendidikan sekarang ini masih kurang efisien. Hal ini tampak dari banyaknya
anak yang drop-out, banyak anak yang belum dapat pelayanan pendidikan, banyak
anak yang tinggal kelas, dan kurang dapat pelayanan yang semestinya bagi
anak-anak yang lemah maupun yang luar biasa cerdas dan genius.Oleh karena itu, kita harus berusaha untuk
menemukan cara agar pelaksanaan pendidikan menjadi efisien.
Beberapa masalah efisiensi pendidikan yang penting adalah:
a) Bagaimana tenaga kependidikan difungsikan
b) Bagaimana prasarana dan sarana pendidikan digunakan
c) Bagaimana pendidikan diselenggarakan
d) Masalah efisiensi dalam memfungsikan tenaga.
5. Masalah Efektivitas Pendidikan
Pendidikan yang efektif
adalah suatu pendidikan yang memungkinkan peserta didik untuk dapat belajar
dengan mudah, menyenangkan dan dapat tercapai tujuan sesuai dengan yang
diharapkan. Dengan demikian, pendidik (dosen, guru,
instruktur, dan trainer) dituntut untuk dapat meningkatkan keefektifan
pembelajaran agar pembelajaran tersebut dapat berguna. Rencana mengajar yang dibuat guru / silabus, yang
dibuat dosen sebelum mengajar/ memberi kuliah terlaksana secara utuh dan
sempurna seperti tujuan,materi/bahan, strategi, dan evaluasi.
Efektifitas pendidikan di Indonesia sangat
rendah. Setelah praktisi pendidikan melakukan penelitian dan survey ke
lapangan, salah satu penyebabnya adalah tidak adanya tujuan pendidikan yang
jelas sebelum
kegiatan pembelajaran dilaksanakan. Hal ini menyebabkan peserta didik dan
pendidik tidak tahu “goal” apa yang akan dihasilkan sehingga tidak mempunyai
gambaran yang jelas dalam proses pendidikan. Jelas hal ini merupakan masalah
terpenting jika kita menginginkan efektifitas pengajaran. Bagaimana mungkin
tujuan akan tercapai jika kita tidak tahu apa tujuan kita.
Selama ini, banyak pendapat beranggapan
bahwa pendidikan formal dinilai hanya menjadi formalitas saja untuk membentuk
sumber daya manusia Indonesia. Tidak peduli bagaimana hasil pembelajaran formal
tersebut, yang terpenting adalah telah melaksanakan pendidikan di jenjang yang
tinggi dan dapat dianggap hebat oleh masyarakat. Anggapan seperti itu jugalah
yang menyebabkan efektifitas pengajaran di Indonesia sangat rendah. Setiap orang
mempunyai kelebihan dibidangnya masing-masing dan diharapkan dapat mengambil
pendidikaan sesuai bakat dan minatnya bukan hanya untuk dianggap hebat oleh
orang lain.
6. Masalah Relevansi Pendidikan
Pendidikan dikatakan
relevan (ideal) jika sistem pendidikan dapat menghasilakn output(keluaran) yang
sesuai dengan kebutuhan pembangunan. Masalah relevensi adalah masalah yang
timbul karena tidak sesuainya sistem pendidikan dengan pembangunan nasional
setara kebutuhan perorangan, keluarga, dan masyarakat, baik dalam jangka
pendek, maupun dalam jangka panjang.
Pendidikan merupakan faktor penunjang bagi
pembangunan ketahanan nasional. Oleh sebab itu, perlu keterpaduan di dalam
perencanaan dan pelaksanaan pendidikan dengan pembangunan nasional tersebut.
Sebagai contoh pendidikan di sekolah harus di rencanakan berdasarkan kebutuhan
nyata dalam gerak pembangunan nasional, serta memperhatikan ciri-ciri
ketenagaan yang di perlukan sesuai dengan keadaan lingkungan di wilayah-wilayah
lingkungan tertentu.
Telah dijelaskan bahwa tugas pendidikan
ialah menyiapkan sumber daya manusia untuk pembangunan. Masalah relevansi
pendidikan mencakup sejauh mana sistem pendidikan dapat menghasilkan luaran
yang sesuai dengan kebutuhan pembangunan, yaitu masalah-masalah seperti yang
digambarkan dalam rumusan tujuan pendidikan nasional.
Luaran pendidikan diharapkan dapat mengisi
semua sektor pembangunan yang beraneka ragam seperti sektor produksi, sektor
jasa. Baik dari segi jumlah maupun dari segi kualitas. Jika sistem pendidikan
menghasilkan luaran yang dapat mengisi semua sektor pembangunan baik yang
aktual maupun yang potensial dengan memenuhi kriteria yang dipersyaratkan oleh
lapangan kerja, maka relevansi pendidikan dianggap tinggi.
Sebenarnya kriteria relevansi seperti yang
dinyatakan tersebut cukup ideal jika dikaitkan dengan kondisi sistem pendidikan
pada umumnya dan gambaran tentang pekerjaan yang ada antara lain sebagai
berikut:
a) Status lembaga
pendidikan sendiri masih bermacam-macam kualitasnya.
b) Sistem pendidikan
tidak pernah menghasilkan luaran siap pakai. Yang ada ialah siap kembang.
c) Peta kebutuhan tenaga
kerja dengan persyaratannya yang dapat digunakan sebagai pedoman oleh
lembaga-lembaga pendidikan untuk menyusun programnya tidak tersedia.
Dari masalah pendidikan tersebut masing-masing dikatakan teratasi
jika pendidikan:
a) Dapat menyediakan
kesempatan pemerataan belajar, artinya semua warga Negara yang butuh pendidikan
dapat ditampung daalm suatu satuan pendidikan.
b) Dapat mencapai hasil
yang bermutu artinya: perencanaan, pemprosesan pendidikan dapat mencapai hasil
sesuai dengan tujuan yang telah dirumuskan.
c) Dapat terlaksana
secara efisien artinya: pemrosesan pendidikan sesuai dengan rancangan dan
tujuan yang ditulis dalam rancangan.
d) Produknya yang
bermutu tersebut relevan, artinya: hasil pendidikan sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan
pembangunan.
7. Tenaga Pendidik dan Tenaga Kependidikan
Masalah tenaga pendidik dan kependidikan
meliputi pengangkatan, penempatan, dan pengembanagan tenaga kependidikan. Masalah
pengangkatan terletak pada kesenjangan antara stok tenaga yang tesedia dengan
jatah pengangkatan yang sangat terbatas. Pada masa 5 tahun terakhir ini jatah pengangkatan
setiap tahunnya hanya sekitar 20 % dari kebutuhan tenaga lapangan. Sedangkan persediaan
tenaga siap di angkat lebih besar daripada kebutuhan di lapangan. Dengan demikian berarti lebih dari 80% tenaga
yang tersedia tidak segera difungsikan. Ini terjadi kemubadziran yang
terselubung, karena biaya investasi pengadaan tenaga tidak segera terbayar
kembali melalui pengabdian. Dan tenaga kependidikan khususnya guru tidak
disiapkan untuk berwirausaha.
Masalah penempatan guru, khususnya guru
bidang penempatan studi, sering mengalami kepincangan, tidak disesuaikan dengan
kebutuhan di lapangan. Suatu sekolah menerima guru baru dalam bidang studi yang
sudah cukup atau bahkan sudah kelebihan, sedang guru bidang studi yang
dibutuhkan tidak diberikan karena terbatasnya jatah pengangkatan sehingga di
tempatkan di daerah sekolah-sekolah tertentu seorang guru bidang studi harus
merangkap mengajarkan bidang studi di luar kewenangannya, meskipun persediaan tenaga
yang direncanakan secara makro telah mencukupi kebutuhan, namun mengalami
masalah penempatan karena terbatasnya jumlah yang dapat diangkat dan sulitnya
menjaring tenaga kerja yang tesedia didaerah terpencil.
Masalah pengembangan tenaga kependidikan
di lapangan biasanya terlambat, khususnya pada saat menyongsong hadirnya
kurikulum baru. Setiap pembaruan kurikulum menuntut adanya penyesuaian dari para
pelaksana lapangan. Dapat dikatakan umumnya penanganan pengembangan tenaga pelaksana di
lapangan sangat lambat. Padahal proses pembekalan untuk dapat siap melaksanakan
kurikulum baru sangat memakan waktu. Akibatnya terjadi kesenjangan antara saat
di rencanakan berlakunya kurikulum dengan saat mulai dilaksanakan.dan
pendidikan berlangsung kurang efisien dan efektif.
Masalah lain tenaga pendidik dan kependidikan di
Indonesia :
a) Rendahnya Kualitas Guru
Keadaan guru di Indonesia juga amat
memprihatinkan. Kebanyakan guru belum memiliki profesionalisme yang memadai
untuk menjalankan tugasnya sebagaimana disebut dalam pasal 39 UU No 20/2003
yaitu merencanakan pembelajaran, melaksanakan pembelajaran, menilai hasil
pembelajaran, melakukan pembimbingan, melakukan pelatihan, melakukan penelitian
dan melakukan pengabdian masyarakat.
Kendati secara kuantitas jumlah guru di
Indonesia cukup memadai, namun secara kualitas mutu guru di negara ini, pada
umumnya masih rendah. Secara umum, para guru di Indonesia kurang bisa
memerankan fungsinya dengan optimal, karena pemerintah masih kurang
memperhatikan mereka, khususnya dalam upaya meningkatkan profesionalismenya.
Secara kuantitatif, sebenarnya jumlah guru di Indonesia relatif tidak terlalu
buruk. Apabila dilihat ratio guru dengan siswa, angka-angkanya cukup bagus
yakni di SD 1:22, SLTP 1:16, dan SMU/SMK 1:12. Meskipun demikian, dalam hal
distribusi guru ternyata banyak mengandung kelemahan yakni pada satu sisi ada
daerah atau sekolah yang kelebihan jumlah guru, dan di sisi lain ada daerah
atau sekolah yang kekurangan guru. Dalam banyak kasus, ada SD yang jumlah
gurunya hanya tiga hingga empat orang, sehingga mereka harus mengajar kelas
secara paralel dan simultan.
Hal itu dapat dibuktikan dengan masih banyaknya guru yang belum
sarjana, namun mengajar di SMU/SMK, serta banyak guru yang mengajar tidak
sesuai dengan disiplin ilmu yang mereka miliki. Keadaan seperti ini menimpa
lebih dari separoh guru di Indonesia, baik di SD, SLTP dan SMU/SMK. Artinya
lebih dari 50 persen guru SD, SLTP dan SMU/SMK di Indonesia sebenarnya tidak
memenuhi kelayakan mengajar. Dengan kondisi dan situasi seperti itu, diharapkan
pendidikan yang berlangsung di sekolah harus secara seimbang dapat mencerdaskan
kehidupan anak dan harus menanamkan budi pekerti kepada anak didik. “Sangat
kurang tepat bila sekolah hanya mengembangkan kecerdasan anak didik, namun
mengabaikan penanaman budi pekerti kepada para siswanya.
Walaupun guru dan pengajar bukan satu-satunya faktor penentu
keberhasilan pendidikan tetapi, pengajaran merupakan titik sentral pendidikan
dan kualifikasi, sebagai cermin kualitas, tenaga pengajar memberikan andil
sangat besar pada kualitas pendidikan yang menjadi tanggung jawabnya.
Kualitas guru dan pengajar yang rendah juga dipengaruhi oleh masih rendahnya
tingkat kesejahteraan guru.
b) Rendahnya Kesejahteraan
Guru
Rendahnya kesejahteraan guru mempunyai
peran dalam membuat rendahnya kualitas pendidikan Indonesia. Dengan pendapatan
yang rendah, terang saja banyak guru terpaksa melakukan pekerjaan sampingan.
Ada yang mengajar lagi di sekolah lain, memberi les pada sore hari, menjadi
pedagang buku/LKS, dan sebagainya.
Dengan adanya UU Guru dan Dosen,
barangkali kesejahteraan guru dan dosen (PNS) agak lumayan. Pasal 10 UU itu
sudah memberikan jaminan kelayakan hidup. Di dalam pasal itu disebutkan guru
dan dosen akan mendapat penghasilan yang pantas dan memadai, antara lain
meliputi gaji pokok, tunjangan yang melekat pada gaji, tunjangan profesi,
dan/atau tunjangan khusus serta penghasilan lain yang berkaitan dengan
tugasnya. Mereka yang diangkat pemkot/pemkab bagi daerah khusus juga berhak
atas rumah dinas.
Tapi, kesenjangan kesejahteraan guru
swasta dan negeri menjadi masalah lain yang muncul. Di lingkungan pendidikan
swasta, masalah kesejahteraan masih sulit mencapai taraf ideal. Diberitakan
Pikiran Rakyat 9 Januari 2006, sebanyak 70 persen dari 403 PTS di Jawa Barat
dan Banten tidak sanggup untuk menyesuaikan kesejahteraan dosen sesuai dengan
amanat UU Guru dan Dosen.
C. Faktor-Faktor
Yang Mempengaruhi Berkembangnya Masalah Pendidikan
Permasalahan pokok
pendidikan sebagaimana telah diutarakan diatas merupakan masalah pembangunan
mikro, yaitu masalah-masalah yang berlangsung di dalam
sistem pendidikan sendiri. Masalah mikro tersebut berkaitan dengan masalah
makro pembangunan, yaitu masalah di luar sistem pendidikan, sehingga harus
diperhitungkan dalam memecahkan masalah mikro pendidikan. Masalah makro ini
meliputi masalah perkembangan internasional, masalah demografi, masalah
politik, ekonomi, dan sosial budaya, serta masalah perkembangan regional.
Masalah-masalah makro yang merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi
berkembangnya masalah pendidikan, yaitu:
1. 1. Perkembangan Iptek dan Seni
1. Perkembangan Iptek
Terdapat hubungan yang erat antara
pendidikan dan iptek (ilmu pengetahuan dan teknologi). Ilmu pengetahuan
merupakan hasil eksplorasi secara sistem dan terorganisasi mengenai alam
semesta , dan teknologi adalah penerapan yang direncanakan dari ilmu pengetahuan
untuk memenuhi kebutuhan hidup masyarakat. Sebagai contoh hubungan antara
pendidikan dan iptek, misalnya sering suatu teknologi baru yang digunakan suatu
proses produksi menimbulkan kondisi ekonomi sosial baru lantaran perubahan
persyaratan kerja, dan mungkin juga penguraian jumlah tenaga kerja atau jam
kerja, kebutuhan bahan-bahan baru, sistem pelayanan baru, sampai pada
berkembangnya gaya hidup baru, kondisi tersebut minimal bisa mempengaruhi
perubahan isi pendidikan dan metodenya, bahkan mungkin rumusan baru tunjangan
pendidikan, otomatis juga sarana sarana penunjangnya seperti sarana
laboratorium dan ketenangan. Semua perubahan tersebut tentu juga membawa masalah dalam skala
nasional yang tidak sedikit memakan biaya.Ppengaruh yang langsung dalam sistem pendidikan
dalam bentuk berbagai macam inovasi atau pembaruan dengan aksentuasi tujuan
yang bermacam-macam pula. Ada yang bertujuan untuk mengatasi kekurangan guru
dan gedung sekolah seperti sistem Pamong dan SMP terbuka, pengadaan guru
relatif cepat seperti dengan program diploma, perlindungan terhadap profesi
guru seperti program akta mengajar. Hampir setiap inovasi mengundang masalah.
Pertama, karena belum ada jaminan bahwa
inovasi itu pasti membawa hasil. Kedua, pada dasarnya orang merasa ragu dan gusar
jika menghadapi hal baru. Masalahnya ialah bagaimana cara memperkenalkan suatu
inovasi agar orang menerimanya. Setiap inovasi mengandung dua aspek yaitu aspek
konsepsional (memuat ide, cita-cita, dan prinsip-prinsip) dan aspek struktur
operasional (teknik pelaksanaannya).
2. Perkembangan Seni
Kesenian merupakan aktivitas berkreasi
manusia, secara individual ataupun kelompok yang menghasilkan sesuatu yang indah. Melalui kesenian
manusia dapat menyalurkan dorongan berkreasi (mencipta) yang bersifat orisinil
(bukan tiruan) dan dorongan spontanitas dalam menemukan keindahan. Dilihat dari
segi tujuan pendidikan yaitu terbentuknya manusia seutuhnya, aktivitas kesenian
mempunyai andil yang besar karena dapat mengisi pengembangan dominan afektif
khususnya emosi yang positif dan konstruktif serta keterampilan disamping
domain kognitif yang sudah digarap melalui program /bidang studi yang lain.
Dilihat dari segi lapangan kerja, dewasa ini dunia seni dengan segenap
cabangnya telah mengalami perkembangan pesat dan semakin mendapat tempat dalam
kehidupan masyarakat.
1. 2. Laju Pertumbuhan Penduduk.
Masalah kependudukan dan kependidikan bersumber pada 2 hal, yaitu:
1. Pertambahan Penduduk.
Dengan bertambahnya jumlah penduduk maka
penyediaan prasarana dan sarana pendidikan beserta komponen penunjang
terselenggaranya pendidikan harus di tambah. Dan ini berarti beban pembangunan
nasional menjadi bertambah.
Pertumbuhan penduduk yang dibarengi dengan meningkatnya usia
rata-rata dan penurunan angka kematian, mengakibatkan berubahnya struktur
kependudukan, yaitu proporsi penduduk usia sekolah dasar menurun, sedangkan
proporsi penduduk usia sekolah lanjutan, angkatan kerja, dan penduduk usia tua
meningkat berkat kemajuan bidang gizi dan kesehatan. Dengan demikian terjadi
pergesaran permintaan akan fasilitas pendidikan, yaitu untuk sekolah lanjutan
cenderung lebih meningkat dibanding dengan permintaan akan fasilitas sekolah
dasar. Sebagai akibat lanjutan, permintaan untuk lanjutan keperguruan tinggi
juga meningkat, khusus untuk penduduk usia tua yang jumlahnya meningkat perlu
disediakan pendidikan non formal.
2. Penyebaran Penduduk
Penyebaran penduduk diseluruh pelosok
tanah air tidak merata. Ada daerah yang padat penduduk, terutama di kota-kota
besar dan daerah yang penduduknya jarang yaitu daerah pedalaman khususnya di
daerah terpencil yang berlokasi di pegunungan dan di pulau-pulau. Sebaran penduduk seperti
digambarkan itu menimbulkan kesulitan dalam penyediaan sarana pendidikan.
1. 3. Aspirasi Masyarakat
Aspirasi masyarakat sekarang
ini dalam banyak hal meningkat, khususnya aspirasi terhadap pendidikan hidup
yang sehat, aspirasi terhadap pekerjaan, kesemuanya ini mempengaruhi
peningkatan aspirasi terhadap pendidikan. Pendidikan
dianggap memberi jaminan bagi peningkatan taraf hidup dan pendakian ditangga
sosial. Gejala yang timbul ialah membanjirnya pelamar pada sekolah-sekolah.
Arus pelajar menjadi meningkat. Di kota-kota , di samping pendidikan formal
mulai bermunculan beraneka ragam pendidikan nonformal. Beberapa hal yang tidak
dikehendaki antara lain ialah seleksi penerimaan siswa pada berbagai jenis dan
jenjang pendidikan menjadi kurang objektif, jumlah murid dan siswa perkelas
melebihi yang semestinya, jumlah kelas setiap sekolah membengkak , diadakannya
kesempatan belajar bergilir pagi dan sore dengan pengurangan jam belajar,
kurang sarana belajar, kekurangan guru, dan seterusnya.
1. 4. Keterbelakangan Budaya Dan Sarana Kehidupan.
Keterbelakangan budaya
adalah istilah yang diberikan oleh sekelompok masyarakat (yang menganggap
dirinya sudah maju) kepada masyarakat lain pendukung suatu budaya. Bagi masyarakat pendukung budaya, kebudayaannya pasti dipandang
sebagai sesuatu yang bernilai dan baik. Sesungguhnya tidak ada kebudayaan yang
secara mutlak statis, apalagi mandeg, tidak mengalami perubahan.
Sekurang-kurangnya bagian unsur-unsurnya yang berubah jika tidak seluruhnya
secara utuh. Perubahan kebudayaan terjadi karena ada penemuan baru dari luar
maupun dari dalam lingkungan masyarakat sendiri. Kebudayaan baru itu baik bersifat
material seoerti peralatan-peralatan pertanian, rumah tangga, transportasi,
telekomunikasi, dan yang bersifat non matreial seperti paham atau konsep baru
tentang keluarga berencana, budaya menabung, penghargaan terhadap waktu, dan
lain-lain. Keterbelakangan budaya terjadi karena:
a)
Letak geografis tempat tinggal suatu masyarakat (misal terpencil)
b)
Penolakan masyarakat terhadap datangnya unsur budata baru karena tidak dipahami
atau karena dikhawatirkan akan merusak sendik masyarakat.
c)
Ketidakmampuan masyarakat secara ekonomis menyangkut unsur kebudayaan tersebut.
Sehubungan dengan faktor penyebab terjadinya keterbelakangan budaya
umumnya dialami oleh:
a)
Masyarakat daerah terpencil.
b)
Masyarakat yang tidak mampu secara ekonomis.
c)
Masyarakat yang kurang terdidik.
Yang menjadi masalah
ialah bahwa kelompok masyarakat yang terbelakang budayanya tidak ikut berperan
serta dalam pembangunan sebab mereka kurang memiliki dorongan untuk maju. Jadi inti permasalahannya ialah menyadarkan mereka akan ketertinggalannya,
dan bagaimana cara menyediakan sarana kehidupan, dan bagaimana sistem
pendidikan dapat melibatkan mereka. Jika sistem pendidikan dapat menggapai
masyarakat terbelakang kebudayaanya berarti melibatkan mereka untuk berperan
serta dalam pembangunan.
D.
Penanggulangan Permasalahan Pendidikan
- Pendidikan harus senantiasa diperbaharui (direnovasi) sesuai dengan perkembangan yang terjadi di luar bidang pendidikan itu sendiri. Misalnya kurukulum harus fleksibel, jika perlu diperbaharui. Kurikulum jangan mengakibatkan para pelakunya (siswa / anak didik) selalu tertinggal dibanding dengan kemajuan IPTEK di luar dunia pendidikan tersebut.
- Pendidikan ( bersama bidang yang terkait ) berusaha menahan laju pertumbuhan penduduk atau pendidikan harus mencari sistem baru yang dapat melayani semua orang yang memerlukan pendidikan.
- Aspirasi masyarakat terhadap pendidikan didukung dan didorong terus agar lebih meningkat lagi. Sementara itu sistem pendidikan diperbaharui/dikembangkan sehingga dapat memenuhi aspirasi tersebut.
- Sistem pendidikan meningkatkan peran/fungsinya sebagai pengembangan kebudayaan di seluruh pelosok tanah air. Sejalan dengan itu, pihak lain yang terkait harus dapat membuka keterisolasian sebagian desa atau membuka sarana kehidupan yang lebih baik.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Permasalahan pendidikan adalah, persoalan-persoalan atau
permasalahan-permasalahan yang di hadapi oleh dunia pendidikan, khususnya
Negara Indonesia. Dunia pendidikan kita masih menghadapi berbagai masalah
internal yang cukup mendasar dan bersifat kompleks. Kita masih menghadapi
sejumlah masalah yang sifatnya berantai sejak jenjang pendidikan dasar sampai
pendidikan tinggi. Rendahnya kualitas pada jenjang sekolah dasar sangat penting
untuk segera diatasi karena sangat berpengaruh terhadap pendidikan selanjutnya.
Pada dasarnya ada dua masalah pokok yang
dihadapi oleh dunia pendidikan di tanah air kita dewasa ini, yaitui:
1. Bagaimana semua warga Negara dapat menikmati kesempatan
pendidikan.
2. Bagaimana pendidikan dapat membekali peserta didik dengan
keterampilan kerja yang mantap untuk dapat terjun kedalam kancah kehidupan
bermasyarakat.
Yang pertama mengenai masalah pemerataan,
dan yang kedua adalah masalah
kuantitas, mutu atau kualitas, efisiensi pendidikan, efektivitas, relevansi,
dan juga tenaga pendidik dan tenaga
kependidikan.
Berkembangnya
permasalahan pendidikan disebabkan pengaruh dari berbagai faktor yang berasal
dari luar bidang pendidikan tersebut antara lain perkembangan IPTEK, laju
pertumbuhan penduduk, aspirasi masyarakat, dan keterbelakangan budaya dan sarana
kehidupan . pengaruh tersebut perlu ditanggulangi dengan inovasi/pembaharuan
pendidikan yang kontinu.
DAFTAR PUSTAKA
Tim Dosen
IKIP Malang. (1987). Pengantar Dasar-Dasar Kependidikan. Surabaya: Usaha
Nasional.
abraham.
(2012). problematika Pendidikan di Indonesia. Diambil kembali dari
http://abraham4544.wordpress.com
ayudinarizki.
(2014, 10). Permasalahan Pendidikan. Diambil kembali dari
http://www.ayudinarizki.blogspot.com
Depdikbud.
(1982/1983). Materi Dasar Program Pendidikan Akta Mengajar V,(Buku II A).
Jakarta: PPIPT Depdikbud.
Jaya, I.
(2009). makalah permasalahan pendidikan di Indonesia. Diambil kembali
dari https://van88.wordpress.com
Stafril,
& Zen, Z. (2012). Pengantar Pendidikan. Padang: Sukabina Pers.
Tirtarahardja,
U., & Sulo, L. (1994). Pengantar Pendidikan. Jakarta: P3MTK Dirjen
Dikti Depdikbud.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar