Rabu, 30 Mei 2018

PERMASALAHAN PENDIDIKAN



BAB I

PENDAHULUAN

 

1.1 Latar belakang
Pendidikan mempunyai tugas menyiapkan sumber daya manusia untuk pembangunan. Derap langkah pembangunan selalu diupayakan seirama dengan tuntutan zaman. Perkembangan zaman selalu memunculkan persoalan-persoalan baru yang tidak pernah terpikirkan sebelumnya.
Mengenai masalah pedidikan, perhatian pemerintah kita masih terasa sangat minim. Gambaran ini tercermin dari beragamnya masalah pendidikan yang makin rumit. Kualitas siswa masih rendah, pengajar kurang profesional, biaya pendidikan yang mahal, bahkan aturan UU pendidikan kacau. Dampak dari pendidikan yang buruk itu, negeri kita kedepannya makin terpuruk. Keterpurukan ini dapat juga akibat dari kecilnya rata-rata alokasi anggaran pendidikan baik di tingkat nasional, propinsi, maupun kota dan kabupaten.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud permasalahan pendidikan?
2. Apa saja masalah pokok permasalahan pendidikan di Indonesia?
3. Bagaimana solusi yang tepat untuk mengatasinya?
4. Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi berkembangnya masalah pendidikan?
1.3 Tujuan Masalah
1. Untuk mengetahui arti problematika pendidikan.
2. Untuk mengetahui macam-macam masalah pokok pendidikan di Indonesia.
3. Untuk mengetahui solusi dari masalah-masalah pendidikan di Indonesia.
4. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi berkembangnya masalah pendidikan



BAB II

PEMBAHASAN

PERMASALAHAN PENDIDIKAN
A. Pendahuluan
Istilah permasalahan diterjemahkan dari bahasa inggris yaitu "problem"  yang berarti : perbedaan (discrapancy/different) antara sesuatu yang diharapkan (what should be/has solen) dengan sesuatu yang terlihat/terdapat sebagaimana adanya tentang sesuatu. Atau permasalahan adalah perbedaan/jarak/kesenjangan antara sesuatu yang dicita-citakan (idealita) dengan sesuatu yang ternyata ada (realita).
Permasalahan pendidikan ialah perbedaan program-program pendidikan antara yang diharapan dengan kenyataan yang terlaksana di lapangan. Seperti diketahui program utama pengembangan pendidikan di tanah air adalah
a. Perluasan dan pemerataan kesempatan mengikuti pendidikan.
b. Peningkatan mutu pendidikan.
c. Peningkatan relevansi pendidikan.
d. Peningkatan efisiensi dan efektivitas pendidikan.
e. Pengembangan kebudayaan.
f. Pembinaan generasi muda. (TAP MPR RI No II/MPR/1993)
Semakin besar/lebar perbedaan antara yang dicita-citakan dengan yang nyata di lapangan, semakin besar/rumit/kompleks permasalahan tersebut.
Beberapa faktor yang mempengaruhi berkembangnya permasalahan pokok pendidikan antara lain: IPTEK, Laju pertumbuhan penduduk, Aspirasi masayarakat, Keterbelakangan budaya dan sarana kehidupan.

B. Masalah Pokok Pendidikan
1. Masalah Pemerataan Pendidikan
Masalah pemerataan pendidikan adalah persoalan bagaimana sistem pendidikan dapat menyediakan kesempatan yang seluas-luasnya kepada seluruh warga Negara untuk memperoleh pendidikan, sehingga pendidikan itu menjadi wahana bagi pembangunan sumber daya manusia untuk menunjang pembangunan.
Masalah pemerataan pendidikan timbul apabila masih banyak warga Negara khususnya anak usia sekolah yang tidak dapat di tampung dalam sistem atau lembaga pendidikan karena kurangnya fasilitas pendidikan yang tersedia. Pada masa awalnya, di tanah air kita Undang-Undang No 4 tahun 1950 sebagai dasar-dasar pendidikan dan pengajaran di sekolah.  Pada bab XI pasal 17 berbunyi:
Tiap-tiap warga Negara republik Indonesia mempunyai hak yang sama diterima menjadi murid suatu sekolah jika syarat-syarat yang ditetapkan untuk pendidikan dan pengajaran pada sekolah itu dipenuhi.
Masalah pemerataan memperoleh pendidikan dipandang penting sebab jika anak-anak usia sekolah memperoleh kesempatan belajar pada SD, maka mereka memiliki bekal dasar berupa kemampuan membaca, menulis, dan berhitung sehingga mereka dapat mengikuti perkembangan kemajauan melalui berbagai media massa dan sumber belajar yang tersedia baik mereka itu nantinya berperan sebagai produsen maupun konsumen. Dengan demikian mereka tidak terbelakang dan menjadi penghambat pembangunan.
Oleh karena itu, dengan melihat tujuan yang terkandung di dalam upaya pemerataan pendidikan tersebut yaitu menyiapkan masyarakat untuk dapat berpatisipasi dalam pembangunan, maka setelah upaya pemerataan pendidikan terpenuhi, mulai diperhatikan juga upaya pemerataan mutu pendidikan. Hal ini akan dibicarakan pada pembahasan tentang masalah mutu pendidikan.
Khusus pendidikan formal atau pendidikan sekolahan yang berjenjang dan tiap-tiap jenjang memiliki fungsinya masing-masing maupun kebijaksanaan memperoleh kesempatan pendidikan pada tiap jenjang itu diatur dengan memperhitungkan faktor-faktor kuantitatif dan kualitatif serta relevansi yang selalu ditentukan proyeksinya secara terus menerus dengan saksama.
Pada jenjang pendidikan dasar, kebijaksanaan penyediaan memperoleh kesempatan pendidikan didasarkan atas pertimbangan faktor kuantitatif, karena kepada seluruh warga Negara perlu di berikan bekal dasar yang sama. Pada jenjang pendidikan menengah dan terutama pada jenjang pendidikan yang tinggi, kebijakan pemerataan didasarkan atas pertimbangan kualitatif dan relevansi, yaitu minat dan kemampuan anak, keperluan, tenaga kerja, dan keperluan pengembangan masyarakat, kebudayaan, ilmu, dan tekonologi. Agar tercapai keseimbangan antara faktor minat dengan kesempatan memperoleh pendidikan, perlu diadakan penerangan yang seluas-luasnya mengenai bidang-bidang pekerjaan dan keahlian dan persyaratannya yang dibutuhkan dalam pembangunan utamanya bagi bidang-bidang yang baru dan langka.
Didalam Undang-Undang No.2 tahun 1989 tengtang sistem pendidikan nasional III tentang hak warga Negara untuk memperoleh pendidikan, pasal 5 menyatakan: ”setiap warga Negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan”. Bahkan dalam pasal 7 mengenai hak telah di tegaskan sebagai berikut: “penerimaan seorang peserta didik dalam suatu satuan pendidikan diselenggarakan dengan tidak membedakan jenis kelamin, agama, suku, ras, kedudukan sosial, dan tingkat kemampuan ekonomi, dan dengan tetap mengindahkan kekhususan satuan pendidikan yang bersangkutan.
Perkembangan iptek menawarkan beraneka ragam alternatif model pendidikan yang dapat memperluas pelayanan kesempatan belajar. Dilihat dari segi waktu belajarnya bervariasi dari beberapa jam, hari, minggu, bulan, sampai tahunan, melalui proses tatap muka sampai pada lingkungan alam yang dapat mendukung.
Dengan memberikan kesempatan yang seluas-luasnya itu diharapkan pendidikan akan semakin merata, karena merata dalam arti yang sesungguhnya tidak mungkin tercapai. Hal ini disebabkan peraturan perundang-undangan tentang wajib belajar tidak diikuti dengan sangsi bagi yang tidak mengikutinya, karena sistem pendidikan itu sendiri belum memungkinkan unuk itu.
2. Masalah Kuantitas Pendidikan
Masalah kuantitas pendidikan merupakan masalah yang menyangkut banyak murid yang harus ditampung di dalam system pendidikan atau sekolah. Masalah ini timbul karena calon murid yang tidak tertampung di suatu sekolah, karena terbatasnya daya tampung. Kesempatan memperoleh pendidikan masih terbatas pada tingkat Sekolah Dasar. Permasalahan ini mencuat terutama di SD pada tahun-tahun lampau. Tapi saat ini masalah itu sudah bisa teratasi, apalagi dengan telah banyaknya didirikan SD swasta yang dengan kata lain dapat mengatasi permasalahan kuantitas pendidikan. Sisa permasalahan ini ada pada anak-anak yang tinggal di daerah terpencil. Untuk mengatasi masalah kuantitas pendidikan itu perlu adanya perhatian yang lebih dari pemerintah agar anak-anak yang tinggal di daerah terpencil ikut merasakan pendidikan. Upaya yang dapat dilakukan pemerintah antara lain dengan membangun SD negeri di daerah-daerah yang masih minim kuantitas pendidikannya, dan tentunya sekolah yang dibangun juga dilengkapi sarana prasarana yang lengkap untuk menunjang proses belajar mengajar.
3. Masalah Mutu atau Kualitas Pendidikan
Mutu pendidikan umumnya dilihat dari hasil (output) pendidikan itu sendiri. Kriteria untuk hasil ini adalah kadar ketercapaian tujuan pendidikan itu sendiri. Kadar ketercapaian tujuan pendidikan itu sendiri. Kadar ketercapaian tujuan pendidikan terkecil yaitu tujuan pembelajaran khusus (TPK) indikator pencapaian hasil belajar. Kualitas ketercapaian TPK indikator selanjutnya dapat menggambarkan ketercapaian tujuan pembelajaran umum (TPU) kompetensi dasar. Demikian secara hirarki, sehingga dapat diketahui pula tujuan-tujuan yang lebih jauh/tinggi yaitu ujuan kurikuler (tujuan mata pelajaran/kuliah), tujuan institusional (lembaga pendidikan) dan tujuan nasional pendidikan. Tujuan-tujuan ini dibuat/ditetapkan sebelum proses pendidikan dimulai.
Kadar ketercapaian tujuan tersebut tergantung pada unit/lembaga yang menyelenggarakan pendidikan tersebut. Unit terkecil yang akan menentukan adalah guru mata pelajaran / dosen kuliah yang bersangkutan. Memang kadar ketercapaian tujuan tersebut sukar sukar ditetapkan secara eksak (pasti), karena alat ukur keberhasilan seorang anak di sekolah belum ada yang baku (standar). Adakalanya sistem penilaian ada yang menggunakan panduan acuan normal (PAN) dan acuan patokan (PAP). Rambu-rambu kadar keberhasilan (ketercapaian tujuan) secara umum dapat ditetapkan seperti kadar pencapaian tujuan minimal 75% (menurut kurikulum sekolah), indeks prestasi (IP) minimal 2,00 untuk program S1 di perguruan tinggi. Walaupun kadar minimal sudah ditetapkan, tetapi pada akhirnya yang memutuskan nilai/kadar tersebut adalah si penilai (evaluator) sendiri.
Jika seseorang itu terjun kelapangan kerja, penilaian dilakukan oleh lembaga pemakainya sebagai konsumen tenaga dengan sistem tes unjuk kerja. Lazimnya masih dilakukan pelatihan dan pemagangan bagi calon untuk penyesuaian dengan tuntutan persyaratan kerja dilapangan  dan berkarya.
Hasil belajar yang bermutu hanya mungkin dicapai melalui proses belajar yang bermutu. Jika proses belajar tidak optimal sangat sulit diharapkan terjadinya hasil belajar yang bermutu. Jika tidak terjadi belajar secara optimal akan menghasilkan skor hasil ujian yang baik maka hampir dapat dipastikan bahwa hasil belajar tersebut adalah semu. Berarti pokok permasalahan mutu pendidikan lebih terletak pada masalah pemrosesan pendidikan. Selanjutnya kelancaran pemrosesan pendidikan ditunjang oleh komponen pendidikan yang terdiri dari peserta didik, tenaga kependidikan, kurikulum, sarana pembelajaran, dan juga masyarakat sekitar.
Masalah mutu pendidikan juga mencakup masalah pemerataan mutu, didalam Tap MPR RI tentang GBHN dinyatakan bahwa titik berat pembanguan pendidikan diletakkan pada peningkatan mutu setiap jenjang dan jenis pendidikan, dan dalam rangka peningkatan mutu pendidikan khususnya untuk memacu untuk penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi perlu lebih disempurnakan dan ditingkatkan pengajaran ilmu pengetahuan alam dan matematika. Umumnya pendidikan di seluruh tanah air pada umumnya menunjukkan daerah pedesaan lebih rendah dari daerah perkotaan.
4. Masalah Efisiensi Pendidikan
Pendidikan dikatakan efisiensi apabila penyelenggaraan pendidikan pendidikan tersebut hemat waku, tenaga, dan biaya tetapi produktivitasnya (hasil) optimal. Pendidikan dikatakan efesiensi bila pendayagunaan sumber daya yang ada (waktu,tenaga, biaya) tepat sasaran. Kadar efisiensi tergamtung pada pemberdayaan sumber daya tersebut. Bila yang terjadi misalnya tidak hemat (boros) waktu, biaya, dan tenaga tidak berfungsi secara optimal maka kadar efisiensi rendah.
Oleh sebab itu, keterpaduan pengelolaan pendidikan harus tampak di antara semua unsur dan unit, baik antara sekolah negeri maupun swasta, pendidikan sekolah maupun luar sekolah, antara lembaga dan unit jajaran depertemen pendidikan dan kebudayaan.
Para ahli banyak mengatakan bahwa sistem pendidikan sekarang ini masih kurang efisien. Hal ini tampak dari banyaknya anak yang drop-out, banyak anak yang belum dapat pelayanan pendidikan, banyak anak yang tinggal kelas, dan kurang dapat pelayanan yang semestinya bagi anak-anak yang lemah maupun yang luar biasa cerdas dan genius.Oleh karena itu, kita harus berusaha untuk menemukan cara agar pelaksanaan pendidikan menjadi efisien.
Beberapa masalah efisiensi pendidikan yang penting adalah:
a) Bagaimana tenaga kependidikan difungsikan
b) Bagaimana prasarana dan sarana pendidikan digunakan
c) Bagaimana pendidikan diselenggarakan
d) Masalah efisiensi dalam memfungsikan tenaga.
5. Masalah Efektivitas Pendidikan
Pendidikan yang efektif adalah suatu pendidikan yang memungkinkan peserta didik untuk dapat belajar dengan mudah, menyenangkan dan dapat tercapai tujuan sesuai dengan yang diharapkan. Dengan demikian, pendidik (dosen, guru, instruktur, dan trainer) dituntut untuk dapat meningkatkan keefektifan pembelajaran agar pembelajaran tersebut dapat berguna. Rencana mengajar yang dibuat guru / silabus, yang dibuat dosen sebelum mengajar/ memberi kuliah terlaksana secara utuh dan sempurna seperti tujuan,materi/bahan, strategi, dan evaluasi.
Efektifitas pendidikan di Indonesia sangat rendah. Setelah praktisi pendidikan melakukan penelitian dan survey ke lapangan, salah satu penyebabnya adalah tidak adanya tujuan pendidikan yang jelas sebelum kegiatan pembelajaran dilaksanakan. Hal ini menyebabkan peserta didik dan pendidik tidak tahu “goal” apa yang akan dihasilkan sehingga tidak mempunyai gambaran yang jelas dalam proses pendidikan. Jelas hal ini merupakan masalah terpenting jika kita menginginkan efektifitas pengajaran. Bagaimana mungkin tujuan akan tercapai jika kita tidak tahu apa tujuan kita.
Selama ini, banyak pendapat beranggapan bahwa pendidikan formal dinilai hanya menjadi formalitas saja untuk membentuk sumber daya manusia Indonesia. Tidak peduli bagaimana hasil pembelajaran formal tersebut, yang terpenting adalah telah melaksanakan pendidikan di jenjang yang tinggi dan dapat dianggap hebat oleh masyarakat. Anggapan seperti itu jugalah yang menyebabkan efektifitas pengajaran di Indonesia sangat rendah. Setiap orang mempunyai kelebihan dibidangnya masing-masing dan diharapkan dapat mengambil pendidikaan sesuai bakat dan minatnya bukan hanya untuk dianggap hebat oleh orang lain.
6. Masalah Relevansi Pendidikan
Pendidikan dikatakan relevan (ideal) jika sistem pendidikan dapat menghasilakn output(keluaran) yang sesuai dengan kebutuhan pembangunan. Masalah relevensi adalah masalah yang timbul karena tidak sesuainya sistem pendidikan dengan pembangunan nasional setara kebutuhan perorangan, keluarga, dan masyarakat, baik dalam jangka pendek, maupun dalam jangka panjang.
Pendidikan merupakan faktor penunjang bagi pembangunan ketahanan nasional. Oleh sebab itu, perlu keterpaduan di dalam perencanaan dan pelaksanaan pendidikan dengan pembangunan nasional tersebut. Sebagai contoh pendidikan di sekolah harus di rencanakan berdasarkan kebutuhan nyata dalam gerak pembangunan nasional, serta memperhatikan ciri-ciri ketenagaan yang di perlukan sesuai dengan keadaan lingkungan di wilayah-wilayah lingkungan tertentu.
Telah dijelaskan bahwa tugas pendidikan ialah menyiapkan sumber daya manusia untuk pembangunan. Masalah relevansi pendidikan mencakup sejauh mana sistem pendidikan dapat menghasilkan luaran yang sesuai dengan kebutuhan pembangunan, yaitu masalah-masalah seperti yang digambarkan dalam rumusan tujuan pendidikan nasional.
Luaran pendidikan diharapkan dapat mengisi semua sektor pembangunan yang beraneka ragam seperti sektor produksi, sektor jasa. Baik dari segi jumlah maupun dari segi kualitas. Jika sistem pendidikan menghasilkan luaran yang dapat mengisi semua sektor pembangunan baik yang aktual maupun yang potensial dengan memenuhi kriteria yang dipersyaratkan oleh lapangan kerja, maka relevansi pendidikan dianggap tinggi.
Sebenarnya kriteria relevansi seperti yang dinyatakan tersebut cukup ideal jika dikaitkan dengan kondisi sistem pendidikan pada umumnya dan gambaran tentang pekerjaan yang ada antara lain sebagai berikut:
a) Status lembaga pendidikan sendiri masih bermacam-macam kualitasnya.
b) Sistem pendidikan tidak pernah menghasilkan luaran siap pakai. Yang ada ialah siap kembang.
c) Peta kebutuhan tenaga kerja dengan persyaratannya yang dapat digunakan sebagai pedoman oleh lembaga-lembaga pendidikan untuk menyusun programnya tidak tersedia.

Dari masalah pendidikan tersebut masing-masing dikatakan teratasi jika pendidikan:
a) Dapat menyediakan kesempatan pemerataan belajar, artinya semua warga Negara yang butuh pendidikan dapat ditampung daalm suatu satuan pendidikan.
b) Dapat mencapai hasil yang bermutu artinya: perencanaan, pemprosesan pendidikan dapat mencapai hasil sesuai dengan tujuan yang telah dirumuskan.
c) Dapat terlaksana secara efisien artinya: pemrosesan pendidikan sesuai dengan rancangan dan tujuan yang ditulis dalam rancangan.
d) Produknya yang bermutu tersebut relevan, artinya: hasil pendidikan sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan pembangunan.

7. Tenaga Pendidik dan Tenaga Kependidikan
Masalah tenaga pendidik dan kependidikan meliputi pengangkatan, penempatan, dan pengembanagan tenaga kependidikan. Masalah pengangkatan terletak pada kesenjangan antara stok tenaga yang tesedia dengan jatah pengangkatan yang sangat terbatas. Pada masa 5 tahun terakhir ini jatah pengangkatan setiap tahunnya hanya sekitar 20 % dari kebutuhan tenaga lapangan. Sedangkan persediaan tenaga siap di angkat lebih besar daripada kebutuhan di lapangan. Dengan demikian berarti lebih dari 80% tenaga yang tersedia tidak segera difungsikan. Ini terjadi kemubadziran yang terselubung, karena biaya investasi pengadaan tenaga tidak segera terbayar kembali melalui pengabdian. Dan tenaga kependidikan khususnya guru tidak disiapkan untuk berwirausaha.
Masalah penempatan guru, khususnya guru bidang penempatan studi, sering mengalami kepincangan, tidak disesuaikan dengan kebutuhan di lapangan. Suatu sekolah menerima guru baru dalam bidang studi yang sudah cukup atau bahkan sudah kelebihan, sedang guru bidang studi yang dibutuhkan tidak diberikan karena terbatasnya jatah pengangkatan sehingga di tempatkan di daerah sekolah-sekolah tertentu seorang guru bidang studi harus merangkap mengajarkan bidang studi di luar kewenangannya, meskipun persediaan tenaga yang direncanakan secara makro telah mencukupi kebutuhan, namun mengalami masalah penempatan karena terbatasnya jumlah yang dapat diangkat dan sulitnya menjaring tenaga kerja yang tesedia didaerah terpencil.
Masalah pengembangan tenaga kependidikan di lapangan biasanya terlambat, khususnya pada saat menyongsong hadirnya kurikulum baru. Setiap pembaruan kurikulum menuntut adanya penyesuaian dari para pelaksana lapangan. Dapat dikatakan umumnya penanganan pengembangan tenaga pelaksana di lapangan sangat lambat. Padahal proses pembekalan untuk dapat siap melaksanakan kurikulum baru sangat memakan waktu. Akibatnya terjadi kesenjangan antara saat di rencanakan berlakunya kurikulum dengan saat mulai dilaksanakan.dan pendidikan berlangsung kurang efisien dan efektif.
Masalah lain tenaga pendidik dan kependidikan di Indonesia :

a) Rendahnya Kualitas Guru
Keadaan guru di Indonesia juga amat memprihatinkan. Kebanyakan guru belum memiliki profesionalisme yang memadai untuk menjalankan tugasnya sebagaimana disebut dalam pasal 39 UU No 20/2003 yaitu merencanakan pembelajaran, melaksanakan pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan, melakukan pelatihan, melakukan penelitian dan melakukan pengabdian masyarakat.
Kendati secara kuantitas jumlah guru di Indonesia cukup memadai, namun secara kualitas mutu guru di negara ini, pada umumnya masih rendah. Secara umum, para guru di Indonesia kurang bisa memerankan fungsinya dengan optimal, karena pemerintah masih kurang memperhatikan mereka, khususnya dalam upaya meningkatkan profesionalismenya. Secara kuantitatif, sebenarnya jumlah guru di Indonesia relatif tidak terlalu buruk. Apabila dilihat ratio guru dengan siswa, angka-angkanya cukup bagus yakni di SD 1:22, SLTP 1:16, dan SMU/SMK 1:12. Meskipun demikian, dalam hal distribusi guru ternyata banyak mengandung kelemahan yakni pada satu sisi ada daerah atau sekolah yang kelebihan jumlah guru, dan di sisi lain ada daerah atau sekolah yang kekurangan guru. Dalam banyak kasus, ada SD yang jumlah gurunya hanya tiga hingga empat orang, sehingga mereka harus mengajar kelas secara paralel dan simultan.
Hal itu dapat dibuktikan dengan masih banyaknya guru yang belum sarjana, namun mengajar di SMU/SMK, serta banyak guru yang mengajar tidak sesuai dengan disiplin ilmu yang mereka miliki. Keadaan seperti ini menimpa lebih dari separoh guru di Indonesia, baik di SD, SLTP dan SMU/SMK. Artinya lebih dari 50 persen guru SD, SLTP dan SMU/SMK di Indonesia sebenarnya tidak memenuhi kelayakan mengajar. Dengan kondisi dan situasi seperti itu, diharapkan pendidikan yang berlangsung di sekolah harus secara seimbang dapat mencerdaskan kehidupan anak dan harus menanamkan budi pekerti kepada anak didik. “Sangat kurang tepat bila sekolah hanya mengembangkan kecerdasan anak didik, namun mengabaikan penanaman budi pekerti kepada para siswanya.
Walaupun guru dan pengajar bukan satu-satunya faktor penentu keberhasilan pendidikan tetapi, pengajaran merupakan titik sentral pendidikan dan kualifikasi, sebagai cermin kualitas, tenaga pengajar memberikan andil sangat besar pada kualitas pendidikan yang menjadi tanggung jawabnya. Kualitas guru dan pengajar yang rendah juga dipengaruhi oleh masih rendahnya tingkat kesejahteraan guru.
b)  Rendahnya Kesejahteraan Guru
Rendahnya kesejahteraan guru mempunyai peran dalam membuat rendahnya kualitas pendidikan Indonesia. Dengan pendapatan yang rendah, terang saja banyak guru terpaksa melakukan pekerjaan sampingan. Ada yang mengajar lagi di sekolah lain, memberi les pada sore hari, menjadi pedagang buku/LKS, dan sebagainya.
Dengan adanya UU Guru dan Dosen, barangkali kesejahteraan guru dan dosen (PNS) agak lumayan. Pasal 10 UU itu sudah memberikan jaminan kelayakan hidup. Di dalam pasal itu disebutkan guru dan dosen akan mendapat penghasilan yang pantas dan memadai, antara lain meliputi gaji pokok, tunjangan yang melekat pada gaji, tunjangan profesi, dan/atau tunjangan khusus serta penghasilan lain yang berkaitan dengan tugasnya. Mereka yang diangkat pemkot/pemkab bagi daerah khusus juga berhak atas rumah dinas.
Tapi, kesenjangan kesejahteraan guru swasta dan negeri menjadi masalah lain yang muncul. Di lingkungan pendidikan swasta, masalah kesejahteraan masih sulit mencapai taraf ideal. Diberitakan Pikiran Rakyat 9 Januari 2006, sebanyak 70 persen dari 403 PTS di Jawa Barat dan Banten tidak sanggup untuk menyesuaikan kesejahteraan dosen sesuai dengan amanat UU Guru dan Dosen.
C.  Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Berkembangnya Masalah Pendidikan
Permasalahan pokok pendidikan sebagaimana telah diutarakan diatas merupakan masalah pembangunan mikro, yaitu masalah-masalah yang berlangsung di dalam sistem pendidikan sendiri. Masalah mikro tersebut berkaitan dengan masalah makro pembangunan, yaitu masalah di luar sistem pendidikan, sehingga harus diperhitungkan dalam memecahkan masalah mikro pendidikan. Masalah makro ini meliputi masalah perkembangan internasional, masalah demografi, masalah politik, ekonomi, dan sosial budaya, serta masalah perkembangan regional. Masalah-masalah makro yang merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi berkembangnya masalah pendidikan, yaitu:
1. 1. Perkembangan Iptek dan Seni
1. Perkembangan Iptek
Terdapat hubungan yang erat antara pendidikan dan iptek (ilmu pengetahuan dan teknologi). Ilmu pengetahuan merupakan hasil eksplorasi secara sistem dan terorganisasi mengenai alam semesta , dan teknologi adalah penerapan yang direncanakan dari ilmu pengetahuan untuk memenuhi kebutuhan hidup masyarakat. Sebagai contoh hubungan antara pendidikan dan iptek, misalnya sering suatu teknologi baru yang digunakan suatu proses produksi menimbulkan kondisi ekonomi sosial baru lantaran perubahan persyaratan kerja, dan mungkin juga penguraian jumlah tenaga kerja atau jam kerja, kebutuhan bahan-bahan baru, sistem pelayanan baru, sampai pada berkembangnya gaya hidup baru, kondisi tersebut minimal bisa mempengaruhi perubahan isi pendidikan dan metodenya, bahkan mungkin rumusan baru tunjangan pendidikan, otomatis juga sarana sarana penunjangnya seperti sarana laboratorium dan ketenangan. Semua perubahan tersebut tentu juga membawa masalah dalam skala nasional yang tidak sedikit memakan biaya.Ppengaruh yang langsung dalam sistem pendidikan dalam bentuk berbagai macam inovasi atau pembaruan dengan aksentuasi tujuan yang bermacam-macam pula. Ada yang bertujuan untuk mengatasi kekurangan guru dan gedung sekolah seperti sistem Pamong dan SMP terbuka, pengadaan guru relatif cepat seperti dengan program diploma, perlindungan terhadap profesi guru seperti program akta mengajar. Hampir setiap inovasi mengundang masalah.
Pertama, karena belum ada jaminan bahwa inovasi itu pasti membawa hasil. Kedua, pada dasarnya orang merasa ragu dan gusar jika menghadapi hal baru. Masalahnya ialah bagaimana cara memperkenalkan suatu inovasi agar orang menerimanya. Setiap inovasi mengandung dua aspek yaitu aspek konsepsional (memuat ide, cita-cita, dan prinsip-prinsip) dan aspek struktur operasional (teknik pelaksanaannya).
2. Perkembangan Seni
Kesenian merupakan aktivitas berkreasi manusia, secara individual ataupun kelompok yang menghasilkan sesuatu yang indah. Melalui kesenian manusia dapat menyalurkan dorongan berkreasi (mencipta) yang bersifat orisinil (bukan tiruan) dan dorongan spontanitas dalam menemukan keindahan. Dilihat dari segi tujuan pendidikan yaitu terbentuknya manusia seutuhnya, aktivitas kesenian mempunyai andil yang besar karena dapat mengisi pengembangan dominan afektif khususnya emosi yang positif dan konstruktif serta keterampilan disamping domain kognitif yang sudah digarap melalui program /bidang studi yang lain. Dilihat dari segi lapangan kerja, dewasa ini dunia seni dengan segenap cabangnya telah mengalami perkembangan pesat dan semakin mendapat tempat dalam kehidupan masyarakat.
1. 2. Laju Pertumbuhan Penduduk.
Masalah kependudukan dan kependidikan bersumber pada 2 hal, yaitu:
1. Pertambahan Penduduk.
Dengan bertambahnya jumlah penduduk maka penyediaan prasarana dan sarana pendidikan beserta komponen penunjang terselenggaranya pendidikan harus di tambah. Dan ini berarti beban pembangunan nasional menjadi bertambah.
Pertumbuhan penduduk yang dibarengi dengan meningkatnya usia rata-rata dan penurunan angka kematian, mengakibatkan berubahnya struktur kependudukan, yaitu proporsi penduduk usia sekolah dasar menurun, sedangkan proporsi penduduk usia sekolah lanjutan, angkatan kerja, dan penduduk usia tua meningkat berkat kemajuan bidang gizi dan kesehatan. Dengan demikian terjadi pergesaran permintaan akan fasilitas pendidikan, yaitu untuk sekolah lanjutan cenderung lebih meningkat dibanding dengan permintaan akan fasilitas sekolah dasar. Sebagai akibat lanjutan, permintaan untuk lanjutan keperguruan tinggi juga meningkat, khusus untuk penduduk usia tua yang jumlahnya meningkat perlu disediakan pendidikan non formal.
2. Penyebaran Penduduk
Penyebaran penduduk diseluruh pelosok tanah air tidak merata. Ada daerah yang padat penduduk, terutama di kota-kota besar dan daerah yang penduduknya jarang yaitu daerah pedalaman khususnya di daerah terpencil yang berlokasi di pegunungan dan di pulau-pulau. Sebaran penduduk seperti digambarkan itu menimbulkan kesulitan dalam penyediaan sarana pendidikan.
1. 3. Aspirasi Masyarakat
Aspirasi masyarakat sekarang ini dalam banyak hal meningkat, khususnya aspirasi terhadap pendidikan hidup yang sehat, aspirasi terhadap pekerjaan, kesemuanya ini mempengaruhi peningkatan aspirasi terhadap pendidikan. Pendidikan dianggap memberi jaminan bagi peningkatan taraf hidup dan pendakian ditangga sosial. Gejala yang timbul ialah membanjirnya pelamar pada sekolah-sekolah. Arus pelajar menjadi meningkat. Di kota-kota , di samping pendidikan formal mulai bermunculan beraneka ragam pendidikan nonformal. Beberapa hal yang tidak dikehendaki antara lain ialah seleksi penerimaan siswa pada berbagai jenis dan jenjang pendidikan menjadi kurang objektif, jumlah murid dan siswa perkelas melebihi yang semestinya, jumlah kelas setiap sekolah membengkak , diadakannya kesempatan belajar bergilir pagi dan sore dengan pengurangan jam belajar, kurang sarana belajar, kekurangan guru, dan seterusnya.
1. 4. Keterbelakangan Budaya Dan Sarana Kehidupan.
Keterbelakangan budaya adalah istilah yang diberikan oleh sekelompok masyarakat (yang menganggap dirinya sudah maju) kepada masyarakat lain pendukung suatu budaya. Bagi masyarakat pendukung budaya, kebudayaannya pasti dipandang sebagai sesuatu yang bernilai dan baik. Sesungguhnya tidak ada kebudayaan yang secara mutlak statis, apalagi mandeg, tidak mengalami perubahan. Sekurang-kurangnya bagian unsur-unsurnya yang berubah jika tidak seluruhnya secara utuh. Perubahan kebudayaan terjadi karena ada penemuan baru dari luar maupun dari dalam lingkungan masyarakat sendiri. Kebudayaan baru itu baik bersifat material seoerti peralatan-peralatan pertanian, rumah tangga, transportasi, telekomunikasi, dan yang bersifat non matreial seperti paham atau konsep baru tentang keluarga berencana, budaya menabung, penghargaan terhadap waktu, dan lain-lain. Keterbelakangan budaya terjadi karena:
a) Letak geografis tempat tinggal suatu masyarakat (misal terpencil)
b) Penolakan masyarakat terhadap datangnya unsur budata baru karena tidak dipahami atau karena dikhawatirkan akan merusak sendik masyarakat.
c) Ketidakmampuan masyarakat secara ekonomis menyangkut unsur kebudayaan tersebut.

Sehubungan dengan faktor penyebab terjadinya keterbelakangan budaya umumnya dialami oleh:
a) Masyarakat daerah terpencil.
b) Masyarakat yang tidak mampu secara ekonomis.
c) Masyarakat yang kurang terdidik.

Yang menjadi masalah ialah bahwa kelompok masyarakat yang terbelakang budayanya tidak ikut berperan serta dalam pembangunan sebab mereka kurang memiliki dorongan untuk maju. Jadi inti permasalahannya ialah menyadarkan mereka akan ketertinggalannya, dan bagaimana cara menyediakan sarana kehidupan, dan bagaimana sistem pendidikan dapat melibatkan mereka. Jika sistem pendidikan dapat menggapai masyarakat terbelakang kebudayaanya berarti melibatkan mereka untuk berperan serta dalam pembangunan.

D. Penanggulangan Permasalahan Pendidikan

  1. Pendidikan harus senantiasa diperbaharui (direnovasi) sesuai dengan perkembangan yang terjadi di luar bidang pendidikan itu sendiri. Misalnya kurukulum harus fleksibel, jika perlu diperbaharui. Kurikulum jangan mengakibatkan para pelakunya (siswa / anak didik) selalu tertinggal dibanding dengan kemajuan IPTEK di  luar dunia pendidikan tersebut.
  2.  Pendidikan ( bersama bidang yang terkait ) berusaha menahan laju pertumbuhan penduduk atau pendidikan harus mencari sistem baru yang dapat melayani semua orang yang memerlukan pendidikan.
  3. Aspirasi masyarakat terhadap pendidikan didukung dan didorong terus agar lebih meningkat lagi. Sementara itu sistem pendidikan diperbaharui/dikembangkan sehingga dapat memenuhi aspirasi tersebut.
  4. Sistem pendidikan meningkatkan peran/fungsinya sebagai pengembangan kebudayaan di seluruh pelosok tanah air. Sejalan dengan itu, pihak lain yang terkait harus dapat membuka keterisolasian sebagian desa atau membuka sarana kehidupan yang lebih baik. 





BAB III

PENUTUP


3.1   Kesimpulan
Permasalahan pendidikan adalah, persoalan-persoalan atau permasalahan-permasalahan yang di hadapi oleh dunia pendidikan, khususnya Negara Indonesia. Dunia pendidikan kita masih menghadapi berbagai masalah internal yang cukup mendasar dan bersifat kompleks. Kita masih menghadapi sejumlah masalah yang sifatnya berantai sejak jenjang pendidikan dasar sampai pendidikan tinggi. Rendahnya kualitas pada jenjang sekolah dasar sangat penting untuk segera diatasi karena sangat berpengaruh terhadap pendidikan selanjutnya.
Pada dasarnya ada dua masalah pokok yang dihadapi oleh dunia pendidikan di tanah air kita dewasa ini, yaitui:
1. Bagaimana semua warga Negara dapat menikmati kesempatan pendidikan.
2. Bagaimana pendidikan dapat membekali peserta didik dengan keterampilan kerja yang mantap untuk dapat terjun kedalam kancah kehidupan bermasyarakat.
Yang pertama mengenai masalah pemerataan, dan yang kedua adalah masalah kuantitas, mutu atau kualitas, efisiensi pendidikan, efektivitas, relevansi, dan juga tenaga pendidik dan tenaga kependidikan.
                Berkembangnya permasalahan pendidikan disebabkan pengaruh dari berbagai faktor yang berasal dari luar bidang pendidikan tersebut antara lain perkembangan IPTEK, laju pertumbuhan penduduk, aspirasi masyarakat, dan keterbelakangan budaya dan sarana kehidupan . pengaruh tersebut perlu ditanggulangi dengan inovasi/pembaharuan pendidikan yang kontinu.




DAFTAR PUSTAKA


Tim Dosen IKIP Malang. (1987). Pengantar Dasar-Dasar Kependidikan. Surabaya: Usaha Nasional.
abraham. (2012). problematika Pendidikan di Indonesia. Diambil kembali dari http://abraham4544.wordpress.com
ayudinarizki. (2014, 10). Permasalahan Pendidikan. Diambil kembali dari http://www.ayudinarizki.blogspot.com
Depdikbud. (1982/1983). Materi Dasar Program Pendidikan Akta Mengajar V,(Buku II A). Jakarta: PPIPT Depdikbud.
Jaya, I. (2009). makalah permasalahan pendidikan di Indonesia. Diambil kembali dari https://van88.wordpress.com
Stafril, & Zen, Z. (2012). Pengantar Pendidikan. Padang: Sukabina Pers.
Tirtarahardja, U., & Sulo, L. (1994). Pengantar Pendidikan. Jakarta: P3MTK Dirjen Dikti Depdikbud.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar